Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang di Jawa Barat, memiliki panjang sekitar 315 km yang bermuara ke laut jawa. Terdapat 8 kabupaten/kota yang dilintasi sungai Citarum yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Sumedang, Cianjur, Purwakarta, Bogor, Bekasi dan Karawang. Panjangnya jangkauan sungai citarum ini membuatnya sangat berperan penting dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Jawa Barat. Sekitar 25 juta orang hidup di sekitaran Sungai Citarum. Potensi besar yang terdapat pada sungai citarum sayangnya “ternodai” setelah mendapat julukan sebagai sungai paling tercemar dan terkotor di dunia. Hal ini disebabkan banyaknya tumpukan sampah pada aliran Sungai Citarum dan diperparah dengan adanya pencemaran zat kimia berbahaya.
Merkuri dan Cadnium/Cd (timah hitam) merupakan contoh zat kimia berbahaya yang terdapat di aliran Sungai Citarum. Zat kimia ini dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi manusia. Selain itu, beban pencemaran organik (BOD) Sungai Citarum cukup tinggi. Pencemaran BOD tahun 2020 diperkirakan mencapai 101,230 ton BOD/hari yang berasal dari pemukiman, 130,936 ton BOD/hari dari industri, 22,320 ton BOD/hari dari pertanian dan 17,349 ton BOD/hari dari peternakan1. Kondisi ini membuat air Sungai Citarum berbahaya untuk dikonsumsi, digunakan untuk kegiatan sehari-hari dan telah membunuh beberapa spesies ikan. Sangat mengkhawatirkan karena masih banyak masyarakat yang menggunakan air Sungai Citarum untuk keperluan MCK melalui rembesan-rembesan air tanah yang masuk ke dalam sumur-sumur mereka. Pesatnya pertumbuhan industri di sekitar Sungai Citarum semakin membuat tingkat pencemaran zat kimia berbahaya semakin tinggi. Selain sampah, mengurangi bahkan menghilangkan pencemaran zat kimia berbahaya menjadi bagian yang sangat penting dan mendesak untuk segera dilakukan sebagai upaya revitalisasi Sungai Citarum. Jika tidak segera ditangani, berapa juta orang dan anak cucu kita yang akan terancam kesehatannya karena zat kimia berbahaya ini.
Perbaikan kembali kualitas air sungai citarum dari zat kimia berbahaya membutuhkan metode dan instrumen yang tepat. Bioremediasi menjadi salah satu instrumen yang menjanjikan. Kita mulai dari apakah bioremediasi itu?. Bioremediasi adalah penggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Mikroorganisme tersebut memiliki kemampuan metabolisme untuk mengubah polutan-polutan tersebut menjadi struktur kimia yang berbeda2. Beberapa kelebihan teknik bioremediasi yaitu biaya yang digunakan lebih murah, merupakan proses alami yang sangat baik untuk sustainability, mikroorganisme yang digunakan akan berkurang jumlah populasinya saat polutan telah didegradasi dan residu hasil degradasi merupakan zat yang tidak berbahaya lagi semisal CO2, H2O dan biomassa lain3.
Organisme yang Dapat Digunakan
Bakteri. Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa bakteri efektif digunakan untuk bioremediasi. Beberapa spesies bakteri mampu mendegradasi logam berat seperti merkuri dan kadnium yang merupakan zat kimia berbahaya yang terdapat pada Sungai Citarum. Spesies bakteri yang mampu mendegradasi Cadnium contohnya Pseudomonas aeruginosa, Bacillus megaturium, Streptococcus faecalis, Sporosarcina ureae dan Bacillus cereus4. Penelitian lain menunjukkan bahwa bakteri Rhodobacter spaerhoides sangat ampuh untuk mendegradasi Cadnium. Kemampuan ini disebabkan karena aktivitas enzim cysteine desulfhydrase yang terdapat pada bakteri R. spaerhoides5. Logam berat merkuri juga dapat didegradasi oleh bakteri Pseudomonas sp dan Psychrobacter sp6. Penelitian lebih lanjut juga perlu dilakukan untuk mencari isolat-isolat bakteri yang khas Indonesia dan dapat digunakan sebagai bioremediasi.
Alga. Mikroalga juga memiliki kemampuan untuk mendegradasi beberapa logam berat berbahaya. Contoh spesies yang dapat digunakan yaitu alga Dunaliella yang memliki kemampuan untuk mendegradasi merkuri, cadnium dan timbal7. Beberapa mikroalga yang discreening dari laut juga memiliki potensi untuk mendegradasi Cadnium. Spesies dari kelompok Cyanobacteria dan alga hijau seperti Chorella terbukti mampu mendegradasi Cadnium8. Penemuan ini dapat membuat penanganan Sungai Citarum dapat dilakukan sampai ke hilir yaitu laut.
Tumbuhan. Kemampuan untuk mendegradasi dan mengakumulasi zat kimia berbahaya juga dimiliki oleh beberapa spesies tumbuhan. Hanya saja jika menggunakan tumbuhan maka istilah yang digunakan adalah fitoremediasi. Baik tumbuhan yang habitatnya di darat dan di air ada yang dapat digunakan sebagai bioremediasi. Tumbuhan darat yang memiliki kemampuan remediasi dapat digunakan di lahan-lahan sekitar sungai, sedangkan tumbuhan air dapat digunakan langsung pada aliran sungai. Thlaspi caerulescens, Avicenna marina, Lycopersicon esculentum, Wolffia globosa, Phytolacca Americana, Typha domingensis, Sedum plumbizincicola merupakan contoh-contoh tumbuhan yang mampu mengakumulasi cadnium dan timbal9. Jenis tumbuhan yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi logam-logam berat yaitu Myriophyllum spicatum, Myriophyllum alterniflorum, Ceratophyllum alterniflorum, Ceratophyllum demersum, Potamogen lucens dan Spyrogyra sp10. Seluruh organisme yang memiliki kemampuan bioremediasi ini baik bakteri, alga maupun tumbuhan dapat digunakan secara bersama-sama dengan tujuan untuk meningkatkan daya degradasi terhadap zat kimia berbahaya. Banyaknya organisme yang memiliki kemampuan bioremediasi juga menjadi bertambahnya pilihan alternatif saat berhadapan dengan kondisi yang berbeda-beda sepanjang 8 kabupaten/kota yang dilalui aliran Sungai Citarum.
Contoh spesies yang digunakan untuk bioremediasi: kiri (Chorella), tengah (Ceratophyllum alterniflorum), kanan (Thlaspi caerulescens). Sumber: Superperikanan, Pinterest dan Freenatureimages.
Model Aplikasi Bioremediasi pada Sungai Citarum
Model proses bioremediasi yang dilakukan secara in situ. Sumber: EnviroSouth
Model pertama adalah dengan menghentikan masuknya zat-zat kimia berbahaya ke dalam Sungai Citarum. Kegiatan ini dilakukan langsung di sumber-sumber yang dapat menghasilkan zat kimia berbahaya yaitu industri dan perumahan. Bioremediasi pola ini disebut bioremediasi in situ. Air yang berasal dari limbah industri akan difilter di dalam tanah. Agen bioremediasi yang digunakan dapat berupa bakteri dengan tambahan alat-alat filtrasi yang lain dan di atas zona perlakuan dapat ditanami tumbuhan yang mampu menyerap logam berat. Adanya metode ini maka membuat air tanah yang akan masuk ke dalam Sungai Citarum menjadi bebas dari zat kimia berbahaya. Setiap perusahaan atau industri juga sebaiknya diwajibkan untuk memliki instrumen bioremediasi ini guna mengolah limbah-limbah industri berbahaya yang dihasilkan. Model ini juga baik digunakan disekitar perumahan. Limbah-limbah rumah tangga seperti penggunaan detergen dapat tersaring sebelum memasuki wilayah sungai.
Bersamaan dengan pelaksanan bioremediasi secara in situ dengan memutus masuknya zat kimia berbahaya, dilakukan juga bioremediasi langsung pada aliran Sungai Citarum yang sudah tercemar. Mikroorganisme baik baerupa bakteri maupun mikroalga di injeksikan ke dalam air di Sungai Citarum. Mikroorganisme inilah yang akan mendegradasi zat kimia berbahaya yang terdapat di dalam aliran Sungai Citarum. Residu yang dihasilkan menjadi zat yang tidak berbahaya seperti karbon dioksida dan air. Selain itu beban pencemaran bahan organik juga dikurangi dalam bagian ini, sehingga oksigen terlarut di dalam air sungai meningkat. Pemilihan mikroorganisme dapat dilakukan dengan melakukan seleksi bakteri atau mikroalga mana yang cocok dan dapat mendegradasi zat kimia berbahaya dengan baik. Pilihan-pilihan beberapa organisme di atas dapat dijadikan sumber acuan. Selain itu penambahan tumbuhan air yang berpotensial juga dapat meningkatkan kecepatan degradasi terhadap zat kimia berbahaya. Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati dan berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk benar-benar mengembalikan ekosistem Sungai Citarum kembali seperti awal sebelum tercemar. Kontrol harus dilakukan secara berkala untuk mengecek seberapa jauh penurunan kadar zat kimia yang terlarut dalam aliran sungai. Mikroalga yang diinjeksikan juga kelak dapat menjadi makanan bagi ikan-ikan kecil serta tumbuhan air yang di tanam dapat menjadi habitat bagi ikan-ikan. Penanaman tumbuhan darat yang memiliki kemampuan sebagai bioremediasi di sekitar Sungai Citarum sampai kawasan perumahan perlu dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mendegradasi air-air tanah yang telah tercemar karena berasal dari aliran bawah tanah Sungai Citarum.
Keberhasilan program bioremediasi ini akan berdampak sangat luas bagi kehidupan masyarakat sekitar Sungai Citarum. Mimpi air Sungai Citarum dapat diminum kembali akan menjadi benar-benar kenyataan karena hilangnya polutan-polutan di dalamnya. Bioremediasi merupakan sistem yang berkelanjutan karena memanfaatkan organisme dalam penerapannya. Banyak keuntungan-keuntungan lain yang bisa didapatkan dari penerapan bioremediasi. Alga yang digunakan dapat berasal dari alga yang dapat menghasilkan biodisel dan citarum dapat menjadi sumber energi besar ke depan. Alga juga dapat digunakan sebagai sumber pakan ikan saat aliran sungai citarum telah siap kembali digunakan untuk aktivitas perikanan.
Tantangan Penerapan Bioremediasi
Panjangnya jangkauan Sungai Citarum merupakan sebuah tantangan yang berat untuk dihadapi pada saat implementasi bioremediasi. Dibutuhkan segala bentuk sumber daya dan peralatan secara massiv untuk menjangkau seluruh daerah aliran Sungai Citarum dari hulu sampai hilir. Pemilihan lokasi untuk daerah bioremediasi akan terkendala ketersediaan lahan. Oleh karena itu, keberhasilan program bioremediasi sangat ditentukan oleh integrasi instrumen lain, peran aktif masyarakat dan kolaborasi setiap stakeholder dalam pemerintahan. Mengapa integrasi dengan metode lain penting?. Hal ini bersangkutan dengan pembersihan sampah yang ada di Sungai Citarum. Sampah-sampah sudah harus dibersihkan sebelum dijalankan program bioremediasi dan menjaga sungai dari sampah selama proses remediasi. Mengedukasi masyarakat tentang program ini dan himbauan untuk tidak membuang sampah pada aliran sungai lagi. Selanjutnya pemerintah memiliki peranan yang sangat penting sebagai eksekutor dalam program ini. Program ini harus dijadikan kerangka kerja bersama Provinsi Jawa Barat, melibatkan bupati dan walikota dari 8 kabupaten/kota yang dialiri Sungai Citarum. Kolaborasi ini sangat penting saat pemetaan wilayah pada program bioremediasi dari hulu ke hilir. Menuju “Citarum Harum” adalah sesuatu hal yang sangat mungkin, hanya dibutuhkan kemauan dan kolaborasi seluruh pihak baik pemerintah, masyarakat dan para peneliti untuk mendukung pelaksanaan program. Banyak negara yang telah berhasil merevitalisasi sungai di negaranya dengan menggunakan bioremediasi, mengapa tidak untuk Sungai Citarum?.
REFERENSI
1. Nana Terangna Bukit dan Iskandar A. Yusuf. 2002. Beban Pencemaran Limbah Industri dan Status Kualitas Air Sungai Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan 3(2).
2. Shilpi Sharma. 2012. Bioremediation: Features, Strategies and Applications. Asian Journal of Phamacy and Life Science 2(2).
3. M. Vadali. Bioremediation: an overview. Pure. Appl. Chem 73(7).
4. Nathan Yee dan Jeremy Fein. 2001. Cd Adsorption onto Bacterial Surfaces: A Universal Adsorption Edge?. Geochimica et Cosmochimica Acta 65(13).
5. Hong-Juan Bai, Zhao-Ming Zhang, Guan-E Yang dan Bhao-Zen Li. 2008. Bioremediation of Cadnium by Growing Rhodobacter sphaeroides: Kinetic Characteristic and Mechanism Study. Bioresource Technology 99(7716-7722).
6. Milva Pepi, Carlo Gaggi, Emanuelle Bernardini, Silvia forcardi, Arianna lobianco, Marcella Ruta, Valentina Nicolardi, Margherita Volterrani, Simone Gasperini, Giuseppe Trinchera, Paola Renzi, Massimo Gabellini dan Silvano E. Focardi. 2011. Mercury-resistant bacterial strains Pseudomonas and Psychrobacter spp. isolated from sediments of Orbetello Lagoon (Italy) and their possible use in bioremediation processes. International Biodeterioration and Biodegradation 65(85-91).
7. Saber Imani, Saeed Razaei-Zharci, Mehrdad Hasemi, Hojjat Borna, Amaneh Javid, Ali Mohammad Zand dan Hossein Bari Abhargouei. 2011. Hg, Cd and Pb Heavy Metal Bioremediation By Dunaliella Alga. Journal of Medicinal Plants Research 5(13).
8. Tadhasi Matsugana, Haruko Takeyama, Takashi Nakao dan Akira Yamazawa. 1999. Screening of marine microalgae for bioremediation of cadmium-polluted seawater. Journal of Biotechnology 70(33-38).
9. RK Maiti, Jorge Luis Hernandez Pinero, Jose Antonia Gonzales Oreja dan Diana Lopez Santiago. 2004. Plant Based Bioremediation and Mechanisms of Heavy Metal Tolerance of Plants: A Review. Proc. Indian Natn Sci Acad 1(1-12).
10. Pawel Krems, Malgorzata Rajfur, Maria Waclawek dan Andrzej Klos. 2013. The Use Of Water Plants In Biomonitoring And Phytoremediation Of Waters Polluted With Heavy Metals. Ecol Chem Eng 20(2).
*Penulis
Anggra Alfian
Mahasiswa Program Magister Biologi Tumbuhan
Institut Pertanian Bogor
Comments